Friday, 23 October 2015

Pelayanan Akademik dan Kompetensi Dosen UIN SA

Gedung Baru Twin Tower Sebagai Icon UIN Sunan Ampel Surabaya Sambungan..  Masalah Gedung Baru UIN Sunan Ampel Surabaya Sebetulnya sudah lagu... thumbnail 1 summary
Gedung Baru Twin Tower Sebagai Icon UIN Sunan Ampel Surabaya

Sebetulnya sudah lagu lama, ketika urusan akademik banyak dihujani keritik, masalahnya juga kelasik, misalnya soal pelayanan yang kurang baik. Namun karena pihak akedemik tidak juga instropeksi diri untuk merubah sikap ‘negatifnya’, maka kemudian hujan keritik juga selalu dialirkan oleh mahasiswa.

Memang mahasiswa tidak memukul rata semua pagawai akademik, karena dilapangan yang menjadi ‘ulat’ hanya satu dua orang. Misalnya hal ini terlihat kemarin ketika proses penyerahan berkas beasiswa keluarga miskin (Gakin), salah seorang pegawai yang mengurusi berkas tersebut sering memarahi mahasiswa dengan nada tinggi, karena mahasiswa kurang lengkap atau salah dalam pemberkasan. Berkenaan dengan Gakin, 

selain pelayan dalam pemberkasan kurang menyenangkan, juga pemberian info Gakin yang sangat terlambat, dan cenderung ditutup-tutupi. Bayangkan saja, pemberian Info dilakukan hanya dalam kurun waktu seminggu sebelum deadline akhir pengumpulan berkas. Padahal berkas yang perlu dipersiapkan mahasiswa cukup banyak, sehingga butuh waktu lama.

Selain itu pemberian info juga hanya ditempel di meja bagian akademik. Ini menjadi menjadi indikasi kuat bahwa pihak dekanat ingin ‘mengebiri’ hak mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa. Padahal seharusnya ada meding kampus yang menjadi corong info mahasiswa, namun keberdaan di nafikkan oleh kebijkan ‘buruk’ dekanat.

Kompetensi Dosen

Sebagaimana konsep ekonomi, dosen merupakan produsen ilmu bagi mahasiswa yang menjadi konsumennya. Sebagai pihak yang memproduksi ilmu, dosen perlu cakap dan berkualitas dalam menguasai rumpun ilmu yang ia ajarkan. Kecakapan keilmuan yang dimiliki idealnya mencakup soal kuantitas dan kualitas, kuantitas berarti kesesuaian antara bidang keilmuan yang di dalami ketika seorang dosen masih berkuliah sampai mendapat gelar sarjana terntentu. Sedangkan secara kualitas berarti seorang dosen harus benar-benar mumpuni dalam mengajarkan mata kuliah yang diampu.

Secara penilaian, dari segi kualitas mungkin seorang akan sulit dideteksi tentang kemampuan kelimuannya, karena itu sifatnya subjektif. Tetapi, secara kuantitias seorang dosen akan mudah kita lihat. Misalnya seorang yang bergelar Magister Agama, namun dalam praktiknya ia mengajar mata kuliah umum yang tidak linier dengan gelar sarjananya.

Di FSH, fenomena dosen “salah kamar” yang dalam mengajar sudah menjadi hal yang lumrah. Bahkan nampaknya sudah menjadi kebiasaan buruk yang terus dilestarikan, sehingga terkesan sudah wajar. Padahal sebetulnya hal ini suatu ‘penyakit’ yang perlu segera di amputasi agar tidak menjalar kemana-mana. 

Menurut Abu Azam Al Hadi, selaku Wadek I menuturkan, mengenai kualifikasi dosen di FSH menurutnya ada bebarapa dosen yang sudah sesuai dengan mata kuliah yang diampu dan ada bebarapa yang belum, “dosen fakultas Syariah dan hukum sesuai dengan kualifikasinya yaitu mengampu mata kuliah yang memang benar-benar bidang dosen tersebut. Seperti ilmu fikih yang memang diampu oleh dosen ilmu fikih, studi hadits yang diampu oleh dosen hadits dan begitu juga dengan ilmu al qur’an dan tafsir, jadi semuanya sesuai dengan bidangnya masing masing. Terkecuali apabila terkait dengan dunia perbankan ataupun hukum.” Tuturnya. (Arrosail, edisi ke-81, 10 september 2014)

Sebagaimana yang disampaikan pak Azam, problem utama yang menggeluti persoalan dosen adalah soal kualifikasi dosen yang mempunyai keahlian di bidang hukum positif dan dunia perbankan. Maka itu, hal yang perlu dan mendesak dilakukan birokrat di tingkat FSH adalah dengan sesegara mungkin mencari dosen baru yang disesuaikan dengan kebutuhan keilmuan umum yang ada di FSH. Karena bagaimanapun tidak dapat dipungkiri bahwa silabi mata kuliah yang berada di FSH tidak hanya rumpun ilmu yang berbasis syariah, namun juga memadukan ilmu umum, khususnya di bidang hukum. Baca Juga : Mahasiswa Baru, Gedung Baru, dan Masalah Baru

Penulis: A. Zainal Abidin, Mahasiswa Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

No comments

Post a Comment